KESAKSIAN
Dan mereka mengalahkan dia oleh darah Anak Domba, dan oleh perkataan kesaksian mereka. Karena mereka tidak mengasihi nyawa mereka sampai ke dalam maut. Wahyu 12:11
|
Dan mereka mengalahkan dia oleh darah Anak Domba, dan oleh perkataan kesaksian mereka. Karena mereka tidak mengasihi nyawa mereka sampai ke dalam maut. Wahyu 12:11
|
Saya telah diberikan kehormatan untuk ikut dalam Dare to Change (Berani berubah), sebuah konferensi internasional mantan LGBT di Taipei, Taiwan dari tanggal 8-11 November 2018. Lebih dari 15 mantan LGBT dari 15 negara berbeda datang untuk merayakan cinta dan perubahan oleh Yesus Kristus. Tidak hanya kami diberikan kesempatan untuk menyatakan secara umum pekerjaan Tuhan dalam hidup kami tetapi kami juga mendapatkan kenalan baru dan bisa saling menguatkan dalam perjalanan ini. Saya sangat diberkati oleh acara ini.
0 Comments
Banyak transjender yang menyesalkan apa yang mereka lakukan terhadap tubuh dan jiwa mereka. Beberapa memohon kepada yang lain agar tidak melakukan kesalahan yang sama.
Robert Wenman sudah hidup "sepenuhnya" sebagai seorang wanita transjender di Ontario Canada selama 4 tahun ketika seorang petugas polisi bertanya kepadanya, "Kamu sudah mendapatkan semua hak-hak legal sekarang. Kenapa kamu masih tidak menikmati hidup sebagai seorang wanita?" Pertanyaan ini membuat mantan aktifis LGBT gagu. Dia di situ untuk melatih sekelompok petugas hukum tentang hak-hak transjender, tetapi dia tidak bisa menjawab pertanyaan yang mendasar: Kenapa? Kenapa dia masih berkampanye, masih bergumul? Saya menjual jiwa saya kepada "tuhannya dunia ini". Dia memiliki wajah malaikat. Dia bilang saya bisa memiliki semuanya. Saya menukarkan kebenaran untuk kebohongan. Saya mengikuti hati saya yang licik. Saya dinobatkan sebagai pangeran, berpakaian Burberry dan terbang ke New York, Los Angeles, dan Miami. Musik diskonya memikat. Saya merayu para selebriti. Saya diantar ke depan melewati antrian yang panjang dan memasuki pintu-pintu klub ekslusif.
Pada 11 September 2001, saya bangun dari pingsan karena mabuk dan menyalakan TV. Saya langsung mulai menangis. Itu mengingatkan saya bahwa Tuhan akan datang untuk penghakiman (Matius 24:37-39). Saya sangat ketakutan karena saya tidak memiliki damai. Untuk pekerjaan saya pindah dari Pittsburgh ke Boston ke Washington, DC, dan kemudian kembali ke Pittsburgh. Kehidupan gay saya memuncak di kota-kota besar dan berkurang di Pittsburgh di mana kehidupan gay tidak begitu menganggu. Saya sendirian dengan pikiran saya. Saya menjauhkan keluarga yang tidak mendukung gaya hidup saya dengan mengutuki dan berteriak pada mereka. Suatu hari di Facebook orang-orang Kristen mengatakan pada saya bahwa saya perlu bertobat. Saya menyerang mereka dengan garang. Saya membenci gereja. Sejak masa kanak-kanak saya agak kewanita-wanitaan. Saya tidak mengerti waktu itu kenapa saya seperti itu... dan itu menyakitkan hati saya karena beberapa anak laki-laki mengetawai saya karena itu. Saya pun tidak bisa keluar bermain dengan anak-anak laki-laki lainnya. Saya selalu tinggal di rumah. Saat saya berusia 8 tahun ayah saya mengirim saya ke rumah bibi saya untuk pendidikan yang lebih baik karena tidak ada pendidikan yang baik di desa saya. Di sana saya menjadi sangat kesepian dan menderita karena rindu pulang. Saya sangat merindukan keluarga saya di sana. Namun saya menjadi menjadi pelajar yang baik di sekolah dan itulah kenapa para anak laki-laki tidak mengetawai saya. Mereka menghormati saya karena saya pelajar yang baik
Ada seseorang yang seperti abang bagi saya di kompleks saya. Dia lebih tua dari saya. Kami berteman. Karena saya pemalu dan kewanita-wanitaan, dia menggunakan saya untuk kepuasaan seks selama sebulan. Saat itu, saya tidak tahu apapun tentang seks tetapi sesuatu di hati saya berkata ini salah. Jadi saya pun mulai menghindarinya. Dia selalu berusaha untuk mendekati saya untuk memuaskan khayalan seksnya dan itulah kenapa saya berhenti keluar rumah. Saya hanya meninggalkan rumah kalau saya harus pergi ke sekolah atau ke arah yang berlawanan. Setahun kemudian, salah seorang anggota keluarga jauh saya mencoba memperkosa saya selagi kami tidur di tempat tidur yang sama. Entah bagaimana saya berhasil kabur. Kejadian-kejadian ini menjadi cikal bakal munculnya perasaan homoseks dalam diri saya. Seiring pertumbuhan saya, saya pernah memiliki ketertarikan kepada lawan jenis tetapi ketertarikan kepada sesama jenis lebih kuat dan kemudian mengalahkan ketertarikan pada lawan jenis. Waktu saya kecil, saya dilecehkan secara seksual dan dianiaya selama beberapa tahun oleh beberapa pria lebih tua. Itu semua dimulai saat saya berusia 6 tahun dan ayah saya meninggalkan ibu saya dan saya di saat yang bersamaan. Saat itulah saya mulai merasakan ketertarikan sejenis. Ketika saya lebih besar, saya terlibat dengan pria homoseks dan biseks. Di usia 16 tahun saya beranggapan diri saya adalah seorang perempuan dan mulai berpakaian seperti perempuan. Di usia 35 tahun, saya bertemu dengan seorang yang saya pikir tadinya seorang wanita. Kami banyak menghabiskan waktu bersama. Beberapa bulan kemudian saya dalam perjalanan menjadi seorang wanita transjender. Seperti teman-teman saya, saya menghadiri kelompok pendukung yang menolong saya untuk menjadi siap secara psikologis untuk perubahan dari pria ke wanita.
Waktu berlalu dan saya bahagia dengan perubahan yang ada. Kepribadian saya pun berubah. Namun, seiring berjalannya waktu, saya menjadi depresi. Saya tidak bisa bahagia. Hubungan-hubungan saya tidak memuaskan. Semua itu sia-sia. Di suatu saat, saya begitu depresi dan kesepian sehingga saya berpikiran untuk bunuh diri. Kemudian saya jatuh sakit parah dengan Hepatitis C dan sirosis hati karena gaya hidup saya. Para dokter bilang tidak ada yang mereka bisa lakukan untuk menolong saya. Di saat inilah saya merasakan kepahitan dan kemarahan terhadap Tuhan karena saya telah meminta-Nya untuk menghilangkan ketertarikan sejenis dari hidup saya tetapi itu tidak pernah terjadi. Dua tahun telah berlalu sejauh ini dan Tuhan telah menolong dan mendisplinkan aku. Sebelum itu aku hanyalah seorang manusia yang terikat oleh kejahatan dan terpuruk di lubangnya yang paling dalam.
Sejak kecil aku sudah menderita karena kejahatan karena aku dilecehkan secara seksual. Lebih-lebih aku tumbuh pada masa perang dan negaraku, Lebanon, mulai ambruk. Aku pun ambruk juga. Dulu di rumah aku merasa sangat kesepian, tidak spesial, dan aneh. Di usia 4 tahun aku kehilangan ayahku dan aku tidak sempat mengenalnya dengan baik. Betapa sering aku dulu tidur di tempat tidurnya dan berharap dia datang dan memelukku, berharap aku bisa menangis dan mencurahkan ketakutan, kengerian, dan kegelisahan yang kurasakan akan tubuhku yang sudah tercemar. Betapa aku butuh mencurahkan pikiran aku yang terganggu karena aku tidak mengerti situasi aku waktu itu. Becket Cook sedang meminum sampanye di sebuah pesta setelah Fashion Week di Paris saat sebuah pikiran terbesit: "Inikah yang akan saya lakukan di sisa kehidupan saya?" Dia melihat sekelilingnya yang penuh dengan orang-orang yang rupawan bercipika cipiki dan kemudian dia tiba-tiba merasa sendirian, ketakutan, dan kosong. Dia pun meninggalkan pesta itu lebih awal.
Sebagai seorang desainer produksi Hollywood, Becket memiliki gaya hidup yang kebanyakan orang hanya bisa baca di tabloid-tabloid gosip. Dia menerima undangan ke pemutaran perdana film dan acara-acara berkelas seperti Oscar dan Golden Globe. Dia bersosialisasi di pesta-pesta elit dan makan siang di rumah para selebriti papan atas. Namun semua kemeriahan dan kegemerlapan itu mulai kehilangan daya tariknya. Sebagai seorang ateis gay, Becket yang dibesarkan secara Katolik di Texas cukup tahu bahwa Tuhan dan prilaku homoseks tidak cocok dan baginya meninggalkan jati dirinya sebagai seorang homoseks itu adalah hal yang mustahil dan tidak alamiah. |
Archives
August 2020
Categories
All
|
Not The Same Love is a book about God's redeeming love over homosexuality
Pas Le Même Amour est un livre sur l’amour de Dieu qui nous libère de l’homosexualité
Bukan Cinta Sejenis adalah sebuah buku tentang cinta Tuhan yang membebaskan kita dari homoseks
Il Vero Amore è un libro sull'amore di Dio che ci libera dall'omosessualità