KESAKSIAN
Dan mereka mengalahkan dia oleh darah Anak Domba, dan oleh perkataan kesaksian mereka. Karena mereka tidak mengasihi nyawa mereka sampai ke dalam maut. Wahyu 12:11
|
Dan mereka mengalahkan dia oleh darah Anak Domba, dan oleh perkataan kesaksian mereka. Karena mereka tidak mengasihi nyawa mereka sampai ke dalam maut. Wahyu 12:11
|
Orang tua saya benar-benar ingin memegang teguh budaya Cina kami. Jadi walaupun kami di Amerika, kami tetap berbeda. Meskipun saya lahir di Amerika, saya selalu merasa berbeda dari teman-teman Amerika saya. Anak-anak selalu kejam dan mereka suka mengejek anak-anak lain yang berbeda. Waktu kecil, saya pendek untuk seusia saya. Saya main piano dan belajar dengan keras di sekolah. Saya tidak begitu pandai dalam olahraga seperti anak-anak laki lainnya. Saya lebih pendek. Saya pakai kaca mata. Jadi, saya dikatain "si mata empat" dan mereka mengejek saya mungkin karena saya agak kewanita-wanitaan dan lebih suka seni. Saat saya berusaha 9 tahun, saya melihat film porno di rumah teman saya dan saya mulai berpikir bahwa saya berbeda. Film yang saya lihat telah membangkitkan sesuatu di dalam diri saya yang tidak saya sadari ada dalam diri saya. Saya perhatikan saya tertarik oleh gambar pria dan wanita. Saya pun memutuskan untuk merahasiakan perasaan ini dengan harapan itu akan hilang dengans sendirinya tetapi ternyata tidak demikian. Semua perasaan ini terus muncul dan saya menekannya hingga suatu saat saya tidak bisa lagi. Di usia 20 tahun saya mulai mendatangi bar gay. Saya menyembunyikan ini dari orang tua dan teman-teman saya. Saya pun semakin aktif secara seksual. Saat saya pindah untuk melanjutkan studi kedokteran gigi, saya memutuskan untuk membuka rahasia saya dan mulai hidup dalam dunia gay sepenuhnya. Saat itu saya merasa saya bisa benar-benar bisa memuaskan diri dan bereksperimen dengan perasaan-perasaan yang telah saya sembunyikan sejak lama. Saya pun memberitahukan kepada orang tua saya tentang seksualitas saya. Saya telah mendengar cerita-cerita seram tentang bagaimana reaksi orang tua teman-teman saya dan bagaimana mereka diusir dari rumah dan tidak boleh balik.
Orang tua saya bereaksi seperti perkiraan saya. Ayah merasa putus asa dan kehilangan semua harapan. Ibu saya merasa malu, terkhianati, tertolak, terpukul, dan sangat sedih. Untuk dia tidak ada kata-kata yang bisa menggambarkan perasaannya saat itu. Setelah mendengar pengakuan saya, ibu saya pun memutuskan untuk mengakhiri hidupnya tetapi entah kenapa dia ingin bertemu dengan seorang pendeta. Itu aneh karena dia adalah seorang ateis seumur hidupnya. Dia pun menemui seorang pendeta yang memberikannya sebuah brosur mengenai homoseks. Dia mulai membaca brosur tersebut dan menjadi sangat terpikat. Brosur itu menjelaskan bahwa kita semua adalah pendosa namun Tuhan mencintai kita tapi membenci dosa kita. Ibu saya pikir dia tidak bisa mencintai saya karena perbuatan saya, tetapi jika Tuhan bisa mengasihinya terlepas dari dosa-dosanya, maka dia pun bisa mengasihi saya terlepas dari perbuatan saya. Kemudian Tuhan berbicara ke dalam hatinya katanya, "Kamu adalah milikku." Firman ini benar-benar menyentuh hatinya. Dia ingin menjadi milik seseorang terlebih Dia adalah m?iliknya Tuhan! Dia pun bertobat dan menjadi pengikut Yesus. Awalnya ayah saya tidak menyukai itu tetapi seraya dia melihat perubahan yang nyata dalam hidup ibu saya karena hubungan pribadi dengan Yesus, dia pun memutuskan untuk pergi ke gereja dengan ibu saya. Pada akhirnya dia pun berserah kepada Yesus. Orang tua saya pun memutuskan untuk terus berdoa bagi saya. Pada waktu itu saya mahasiswa kedokteran gigi di waktu siang sementara malamnya saya terjun semakin dalam dunia gay yang penuh dengan seks bebas dan obat-obatan. Saya berkeleling Amerika sambil memakai dan menjual obat-obatan. Saya pun banyak ketinggalan pelajaran. Saya pikir saya bisa memiliki kehidupan ganda dan memisahkan antara kehidupan liar saya dan kehidupan mahasiswa saya. Namun tidak lama kedua kehidupan itu mulai bertubrukan dan saya pun dikeluarkan dari universitas 4 bulan sebelum wisuda saya. Setelah dikeluarkan dari universitas, saya menghabiskan diri saya dengan terjeun sepenuhnya dalam komunitas homoseks, terutama di bar dan klab gay. Saya mulai melakukan keahlian saya, yaitu menjual obat-obatan. Saya menghasilkan banyak uang dan melakukan seks bebas beberapa kali dalam sehari. Saya ingat saat orang-orang memperlakukan saya seperti seorang "bintang besar" dan saya pikir saya ini tak terkalahkan. Saya benar-benar pikir saya ini tuhan. Namun, orang tua saya tidak kehilangan harapan akan saya walaupun saya menolak berbicara kepada mereka. "Setiap pagi sebelum memulai hari saya, saya masuk ke dalam kamar doa saya dan salah satu doa saya adalah, 'Tuhan berbelas kasihanlah pada anak ini.'" cerita ibu saya. Tuhan pun menjawab doanya dengan sebuah ketukan di pintu saya. Saya membuka pintu dan saya melihat orang-orang yang belum pernah saya lihat sebelumnya. Mereka adalah polisi anti-narkoba. Tepat di belakang saya terdapat narkoba milik saya di atas meja dapur. Karena mereka melihat dengan jelas narkoba milik saya, mereka bisa masuk dan menangkap basah saya. Saya dituduh memiliki narkoba seharga 9.1 ton mariyuana. Hanya dalam waktu 3 hari mereka memenjarakan saya. Sesuatu dalam tong sampah menarik perhatian saya. Saya melihatnnya dari ujung mata saja dan itu adalah sebuah Alkitab Gideon. Untuk pertama kalinya saya membuka Alkitab. Seraya saya membaca buku itu, saya mulai merasa bersalah atas pemberontakan saya, tidak hanya terhadap hukum dan manusia, tetapi juga terhadap Tuhan. Saya sadar bahwa ada ganjaran atas tindakan-tindakan saya. Mereka mengirim saya ke kantor perawat. Di menuliskan sesuatu dan menggesar kertas itu ke arah saya. Saya pun melihat ke bawah ada 3 huruf dengan satu simbol, yaitu HIV+. Saya kembali ke sel penjara saya dan saya merasa seakan-akan saya baru saja dijatuhi hukuman mati. Saya berbaring dan melihat ke atas tempat tidur bertingkat yang penuh dengan grafiti. Saya melihat ada coretan kecil yang berbunyi, "Jika kamu bosan, bacalah Yeremia 29:11 'Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.'" Saat itu mungkin adalah masa tergelap penuh dengan keputusasan dalam hidup saya setelah dihukum selama 6 tahun dan kemudian menerima kabar soal status HIV saya. Malam itu Tuhan memberikan saya cukup iman untuk bertahan hingga hari esok. Saya rasa saya berserah kepada Tuhan pada saat proses setahun. Saya tahu bahwa saya tidak bisa lagi hidup menurut cara saya dan cara dunia. Saya harus menyerahkan semua harapan dan impian saya kepada-Nya. Dengan berkembangnya hubungan pribadi saya dengan Yesus, saya semakin kesulitan untuk membenarkan gaya hidup homoseks saya. Saya hanya membaca Alkitab saja. Saya mencari tiap ayat, tiap bab tiap halaman dalam Alkitab untuk membenarkan prilaku homoseks tetapi saya tidak menemukan pembenaran itu. Saya pun ada pada titik balik dan saya harus membuat suatu keputusan. Apakah saya akan meninggalkan Tuhan dan firman-Nya dan hidup sebagai seorang homoseks dan membiarkan perasaan saya mendikte siapa saya atau apakah saya akan meninggalkan prilaku homoseks dengan membebaskan diri dari perasaan saya dan hidup sebagai murid Yesus Kristus? Keputusan saya jelas dan nyata. Saya memilih Yesus. Saya keluar dari penjara setelah menyelesaikan masa hukuman saya. Sekarang hubungan saya dengan orang tua saya telah dipulihkan. Saya adalah pembimbing dia Moody Bible College di Chicago dan saya hidup setiap harinya dengan tujuan yang jelas. Hari-hari kita ini cepat berlalu. Tidak seorang pun punya kepastian akan hari esok. Namun, kebanyakan dari kita hidup seakan-akan kita memiliki kepastian itu. Saya harus terkena HIV supaya sadar bahwa saya harus hidup seakan-akan saya akan segera mati. Saya tidak lagi didikte oleh seksulitas saya. Jati diri sebagai anak Tuhan hanya boleh di dalam Yesus Kristus saja. Saya membaca ayat-ayat Alkitab seperti, "Kuduslah kamu, karena Aku kudus!" Saya tadinya selalu berpikir lawannya homoseks adalah heterosks tetapi sekarang saya sadar bahwa lawannya homoseks adalah keudusan. Tuhan berfirman kepada saya, "Jangan fokus kepada perasaanmu. Jangan juga fokus kepada seksualitasmu. Fokuslah kepada hidup kudus dan murni." Menjadi pengikut Yesus memang tidak mudah. Mungkin saya bergumul dari waktu ke waktu tetapi Tuhan memberikan saya kasih karunia-Nya. Dia sudah mengklaim kemenangan di kayu salib. Meskipun saya bergumul, saya tidak terikat. Jawab mereka: "Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat, engkau dan seisi rumahmu." Kisah Para Rasul 16:31 Christopher Yuan
0 Comments
Your comment will be posted after it is approved.
Leave a Reply. |
Archives
August 2020
Categories
All
|
Not The Same Love is a book about God's redeeming love over homosexuality
Pas Le Même Amour est un livre sur l’amour de Dieu qui nous libère de l’homosexualité
Bukan Cinta Sejenis adalah sebuah buku tentang cinta Tuhan yang membebaskan kita dari homoseks
Il Vero Amore è un libro sull'amore di Dio che ci libera dall'omosessualità