KESAKSIAN
Dan mereka mengalahkan dia oleh darah Anak Domba, dan oleh perkataan kesaksian mereka. Karena mereka tidak mengasihi nyawa mereka sampai ke dalam maut. Wahyu 12:11
|
Dan mereka mengalahkan dia oleh darah Anak Domba, dan oleh perkataan kesaksian mereka. Karena mereka tidak mengasihi nyawa mereka sampai ke dalam maut. Wahyu 12:11
|
Masa kanak-kanak saya bukanlah pengalaman yang bahagia. Orang tua saya sangat ingin memberikan saya hidup yang bermakna ke depannya tetapi tidak ada orang yang meneguhkan jati diri saya sebagai laki-laki. Ibu saya dulu biasa memakaikan pakaian perempuan ketika saya masih sangat kecil. Sejak masih kecil saya bingung tentang jati diri saya. Saya tumbuh besar dengan anak-anak lain di lingkungan teatpi pertumbuhan saya sebagai anak-anak tidak sebahagia dan berkembang seperti anak-anak lain. Saya dirundung (bully) teman-teman baik di lingkungan juga di sekolah.
0 Comments
Saya besar di sebuah keluarga di mana orang tua saya adalah orang Kristen yang taat melayani Tuhan dengan segenap hati mereka. Mereka membesarkan anak-anak mereka sebaik mungkin menurut jalan Tuhan. Walaupun demikian, di usia dini saya menyadari bahwa saya memiliki ketertarikan luar biasa terhadap sesama jenis. Bahkan saya berfantasi berhubungan dengan anak laki-laki yang lebih muda. Ketika saya berusia sekitar 12 tahun, saya berteman dengan teman-teman adik saya. Usianya 3.5 tahun lebih muda dari saya. Dalam waktu sebentar saja pertemanan saya dengan teman-teman adik saya mulai bersifat seksual. Tidak lama hubungannya menjadi lebih sekedar perasaan dan hasrat. Walaupun tidak seorang pun pernah bilang ke saya kalau hubungan seperti itu salah dan tidak alamiah, saya bisa merasakan di lubuk hati saya bahwa ketertarikan terhadap sesama jenis itu salah dan tidak alamiah.
Sebulan yang lalu saya dan dua orang teman menghadiri sebuah perayaan "natal" untuk mendukung LGBT (#QueerChristmas) di kapel STT Jakarta (Sekolah Tinggi Filsafat Jakarta). Kami tinggal sampai akhir acara dan puji Tuhan tadi setiap orang di situ diberikan kesempatan untuk memperkenalkan diri sehinga kami bertiga bisa menyampaikan apa yang Roh Kudus taruh dalam hati kami.
Saya telah diberikan kehormatan untuk ikut dalam Dare to Change (Berani berubah), sebuah konferensi internasional mantan LGBT di Taipei, Taiwan dari tanggal 8-11 November 2018. Lebih dari 15 mantan LGBT dari 15 negara berbeda datang untuk merayakan cinta dan perubahan oleh Yesus Kristus. Tidak hanya kami diberikan kesempatan untuk menyatakan secara umum pekerjaan Tuhan dalam hidup kami tetapi kami juga mendapatkan kenalan baru dan bisa saling menguatkan dalam perjalanan ini. Saya sangat diberkati oleh acara ini.
Awal Mula
Michael Edward Ukus adalah nama saya. Maksud dari saya menulis riwayat kehidupan saya untuk membuktikan bahwa Tuhan sungguh ada dan penyertaanNya dalam hidup saya tidak pernah berhenti. Saya adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Kami sekeluarga tinggal di Manado. Setelah masuk universitas Kristen di Manado untuk belajar teologi, orang tua kami ternyata sudah diambang perceraian. Tiba-tiba kami menerima surat dari pengadilan bahwa kami harus menghadiri sidang pereraian orang tua kami. Jujur hati kami sebagai anak sangat sedih mendengar berita ini. Ayah saya menghilang sehingga mama kami harus berjuang mencari nafkah untuk bisa membiayai segala kebutuhan kami. Dan kami sangat sedih karena melihat perjuangan mama yang seringkali membuat dia sakit bahkan jatuh pingsan karena kelelahan. Dan peristiwa ini yg membuat saya secara pribadi hancur dan tidak sanggup lagi melanjutkan perkuliahan saya. Menurut saya tidak ada gunanya lagi saya lanjutkan kuliah teologia ini kalau orang tua saya bercerai. Akhirnya saya tidak lagi ada semangat untuk belajar dan tidak pernah lagi mengikuti kegiatan-kegiatan kerohanian di tempat saya kuliah. Dan di kesempatan itulah Iblis mengambil keuntungan. Saya adalah seorang pendeta di gereja Calvary Chapel dan pemimpin dari sebuah gerakan mantan gay "Holy Life" (Hidup Kudus). Entah kenapa saya mulai tertarik pada lelaki lain di masa remaja. Saya pun mulai hidup sebagai seorang homoseks. Saya pikir saya terlahir seperti itu. Saya merasa malu dan bersalah sehingga saya tidak mau memberitahukan ke siapa-siapa tentang hal ini. Saya pun pelan-pelan mulai masuk ke dalam kehidupan gay.
Saya bekerja di sebuah teater pada usia 20-an dan saya juga pemilik sebuah toko baju dan perancangnya. Setelah bisnis saya gagal, saya memutuskan untuk menjadi seorang biarawan buddhis. Tetapi waktu saya berusia 27 tahun, ibu saya yang mengetahui jati diri saya, meninggalkan sebuah pesan yang putus asa dan bunuh diri karena dia tidak bisa membujuk saya untuk kembali. Saya pun hidup sebagai seorang pecundang setelah kematiannya. Di waktu usia 30 tahun, seorang wanita memperkenalkan saya kepada Kristus dan saya pun bertemu dengan Yesus. Saya menjadi seorang Kristen tetapi tetap hidup sebagai seorang homoseks. Tidak ada yang mengajarkan kepada saya apa kata firman Tuhan tentang homoseksualitas. Banyak transjender yang menyesalkan apa yang mereka lakukan terhadap tubuh dan jiwa mereka. Beberapa memohon kepada yang lain agar tidak melakukan kesalahan yang sama.
Robert Wenman sudah hidup "sepenuhnya" sebagai seorang wanita transjender di Ontario Canada selama 4 tahun ketika seorang petugas polisi bertanya kepadanya, "Kamu sudah mendapatkan semua hak-hak legal sekarang. Kenapa kamu masih tidak menikmati hidup sebagai seorang wanita?" Pertanyaan ini membuat mantan aktifis LGBT gagu. Dia di situ untuk melatih sekelompok petugas hukum tentang hak-hak transjender, tetapi dia tidak bisa menjawab pertanyaan yang mendasar: Kenapa? Kenapa dia masih berkampanye, masih bergumul? |
Archives
August 2020
Categories
All
|
Not The Same Love is a book about God's redeeming love over homosexuality
Pas Le Même Amour est un livre sur l’amour de Dieu qui nous libère de l’homosexualité
Bukan Cinta Sejenis adalah sebuah buku tentang cinta Tuhan yang membebaskan kita dari homoseks
Il Vero Amore è un libro sull'amore di Dio che ci libera dall'omosessualità